Minggu, 22 Juni 2014

Cerita Jaman SD (Sandal jepit bag.1)



Saya terlahir menjadi anak terakhir dari 5 bersaudara. Di balik cerita namanku, siapapun boleh menamaiku waktu aku dilahirkan. Setelah ditelusuri karena penasaran ternyata benar, nama itu bukan sepenuhnya dari orang tua. Bukan masalah besar juga, yang penting aku terlahir dengan doa dan harapan-harapan terbaik sebagai Adi.

Masa kecil terlewati dengan macam-macam rasa. Hal yang bisa ku ingat, aku hidup di Kedunglosari desa kecil di Jombang yang sekarang tenar karena merupakan tanah kelahiran dan tanah pemakaman Gusdur Presiden kita. Aku hidup dengan kesederhaan. Tapi aku tak teringat di situ ada kakak pertama,kedua, dan ketiga. Hanya ada kakak keempat yang setiap hari bertengkar berebut mainan, bergulat dan jarang akur.

Aku bukan anak yang terlahir dengan jenius memiliki ketrampilan. Terbukti di masa Taman Kanak-kanak tidak satupun guru menunjukku untuk mengikuti lomba. Orang tua mana yang tidak ingin anaknya di masa TK memiliki keterampilan lebih dan sering tampil. Lomba pindah benderapun aku tak pernah bisa, apalagi harus membaca puisi. Keahlianku paling besar waktu itu adalah makan bakso (pentol) hingga mabok, dan gampang nangis. Ini lelucon yang membuatku sendiri geli membayangkannya. Akupun tak pernah mencicipi bagaimana anak TK terlihat ganteng dan gagah saat mengikuti parade karnaval 17 agustus. Mungkin saat itu masalah terbesarku adalah takut dengan orang dirias (make up), meskipun itu Ibuku tidak akan ku akui selama beliau memakai sanggul dan riasan jawa (maaf Bu, itu dulu bukan sekarang).

Berlalunya waktu saat itu juga membangun pikiran anak Sekolah Dasar yang bernama Adi ini. Sekali lagi aku belum tersadar aku punya kemampuan apapun. Aku mengikuti alur menjadi anak SD yang rajin dan tidak bermasalah. Belajar pelan-pelan, meskipun saat kelas 1 aku belum bisa membaca. Membaca dengan kecepepatan seperti kura-kura berjalan tapi frekuensi suara menggelegar kemana-mana.  Aku selalu bermasalah dapa setiap tugas Pekerjaan Rumah (PR). Saat itu aku berpikir menangis adalah solusi terbaik jika tidak sanggup mengerjakan PR. Menangis sampai subuh pun tidak akan penuh lembar jawabanku, itulah anak kecil memikirkan yang tidak mungkin menjadi mungkin (atau cuma aku saja).

Tapi perjuanganku tidak sia-sia. Aku belajar keras, belajar tanpa perhatian penuh dari orang tua karena mereka sibuk bekerja. Aku menjadi anak SD yang penuh semangat empat lima, walaupun musuh dimana-mana. Dimulai dari posisi peringkat ke-6, 5, 4 dan menjadi peringkat 3 selama kelas 3 sampai kelas 5. Kemudian guru mulai mempercayaiku untuk mengikuti lomba dokter kecil, cerdas cermat meskipun tidak pernah menang di tingkat kecamatan, tapi cukup senang bisa berangkat dan menyenangkan orang tua. Hingga aku lulus menjadi peringkat ke 2 di sekolahku. Aku harus puas dengan posisi itu meskipun tidaK menjadi yang pertama. Setidaknya ibuku bahagia bisa maju ke depan kelas diantara wali murid dan membawa hadiah 4 buku tulis  terbungkus rapi yang diberikan oleh guruku.

Perjuangan masih panjang. Di tempat tinggalku anak lulus SD kemudian bekerja dan putus sekolah masih banyak. Memang kelas 6 berlangsung dengan ketegangan. Saat itu siswa sudah harus dapat menentukan tujuan sekolah menengah pertama dan lulus ujian akhir sekolah. Ini berat, kakak-kakaku yang semuanya merupakan lulusan Madarasah Tsanawiah (SMP Islam) menuntun orang tuaku menyuruhku ke sekolah itu. Selain itu biaya sekolah yang tinggi di sekolah negeri adalah masalah bagi beliau. Aku tidak pernah membantah maupun menyetujui orang tuaku. Aku berpikir bagaimana caranya nilaiku bisa bagus dan dapat memilih sekolah SMP negeri yang menjadi tujuanku. Ingat, aku tidak terlahir sebagai anak jenius tetapi aku terlahir sebagai anak yang harus berjuang keras dan rajin untuk mendapatkan prestasi dan keberuntungan. Waktu itu aku sudah berpikir bahwa tidak ada yang tidak mungkin kalau aku belajar. Hingga tiba saatnya harus merasakan sakit karena terforsir belajar, menjadi anak yang kurus tinggi seperti tiang bendera. Semua berbuah manis, aku masuk di SMP N 1 Tembelang di kelas unggulan. SMP N 1 Tembelang adalah SMP kecamatan yang tergolong unggulan selain SMP di pusat kota. Perjuangan pendidikan berlangsung seru di sini.

BERSAMBUNG...
 

Selasa, 17 Juni 2014

Presiden Masa Depan Indonesia



Oleh: Adi Hariyanto, SE

Tepat di tahun 2014 ini Indonesia akan berumur 69 tahun dari kemerdekaan yang terdeklarasi pada Agustus 1945. Perjuangan yang tidak mudah untuk dapat berdiri menjadi bangsa yang merdeka. Sejak saat itu kegiatan memerdekaan bangsa sebenarnya baru dimulai. Memajukan rakyat dengan pendidikan, pembangunan negara, pengentasan kemiskinan bangsa, memartabatkan Indonesia dan menyatukan seluruh seluruh nusantara. Soekarno adalah orang pertama yang betanggungjawab mengendalikan negara ini dan melaksanakan semua hal yang tersebut diatas.

Sekarang, 5 Presiden telah menggantikan Soekarno dari Soeharto di jaman Orde Baru, BJ. Habibi di awal reformasi, Abdulrahaman Wakhid (GUS DUR) yang mengusung toleransi agama dan etnis, Megawati, dan Susilo Bambang Yudoyono. Kebijakan memajukan negara dari 5 presiden yang berbeda juga meninggalkan tanya tentang arah jalan, kemana indonesia ini akan dibawah. Mereka bertanggung jawab atas kepentingan rakyat, dan mereka juga tidak dapat lepas dari tanggungan politik yang membesarkan mereka. Indonesia tidak terbangun secara utuh. Kepentingan-kepetingan kelompok sudah terlihat nyata seiring waktu berjalan yang dibawa oleh masing-masing pemimpin. Baik Buruknya rasanya sudah dirasakan seluruhpendiduduk indonesia.

Pemilihan presiden sudah akan berlangsung untuk mempimpin indonesia 5 tahun ke depan. Rakyat disuguhkan pada calon-calon yang lahir dari dua lingkungan yang berbeda, memiliki misi, memiliki kemampuan besar membawa indonesia. Lantas, Bagaimana Presiden yang diminta oleh rakyat, mungkin hal-hal berikut menjadi hal penting untuk presiden masa depan Indonesia:
  1. Pemimpin mampu memahamai 4 pilar Kebangsaan dan menjalankan fungsinya (NKRI, UUD 1945, PANCASILA, BHINEKA TUNGGAL IKA) 
  2. Pemimpin harus tahu keadaan rakyat dari Sabang sampai Merauke.
  3. Pemimpin bukan Bos, tapi pemimpin adalah kondektur pembangunan.
  4. Pemimpin bukan penghimbau, tapi pemimpin adalah membuat tindakan dari permasalahan klasik Indonesia. 
  5. Indonensia mengalami krisis kejujuran dan krisis kepercayaan dari rakyat. Petinggi pemerintah dan pejabat harus menyelesaikan itu.
  6. Indonesia butuhpemimpin amanah dan jujur.
  7. Pemimpin yang tak takut miskin dan mati demi negaranya.
Indonesia memang akan sulit menemukan sosok pemimpin dari tujuh kriteria tadi. Rakyat menaruh harapan besar pada setiap pilihanannya. Di sisi lain, rakyat mulai apatis dan jenuh dengan politik yang hidup dipemerintahan ini. Pilihan hanya tinggal pilihan, harapan hanya tinggal harapan yang hanya tertulis dan kertas dan masuk gudang. Membenahi Indonnesia tidak mudah, tapi setidaknya calon-calon pemimpin itu harus sadar, dia bukan hanya penguasa, tapi dia adalah penanggung hidup sekian juta rakyat Indonesia.